PLAK!!!
"UANG INI KUAMBIL!"
Sore itu, kutampar istriku sambil merebut kantong uang yang ia sembunyikan di
tumpukan baju-bajunya dalam lemari.
"Jangan, Pak!!! Itu uang
untuk membayar hutang Bapak pada tetangga kemarin" istriku memelas sambil
memegangi kantong uangnya yang sukses kurebut darinya.
"Halah! Kamu bisa dapat
uang lagi kan?! Aku mau pakai uang ini untuk judi. Aku yakin hari ini hari keberuntunnganku!"
"Kumohon, Pak! Jangan
berjudi lagi. Kita sudah habis uang banyak karena Bapak berjudi terus.
Bekerjalah, Pak! Kerja yang halal, TUHAN tidak akan tinggal diam menolong
hambaNYA, Pak. Kumohon" nasehat istriku sambil melinangkan air mata.
"TUHAN?! Kamu masih percaya
TUHAN dengan keadaan kita yang miskin seperti ini?! persetan dengan semuanya
itu!" bentakku keras di wajahnya.
"sekarang... MINGGIR
KAU!"
BRAK!!!
istriku terlempar cukup keras
menghantam tembok beton di belakangnya setelah kutendang dia. Lalu aku berlari
cepat meninggalkannya.
Lalu tengah malam aku baru
pulang rumah dan istriku masih terbangun menunggu kepulanganku.
"Pak... Minum dulu,
Pak" katanya lembut menyodorkan segelas air putih padaku.
"GA PERLU!" bentakku
keras padanya.
"Minumlah, Pak... Supaya
menetralkan alkohol yang Bapak minum"
"A-KU TI-DAK MA-BUK!"
aroma alkohol dari mulutku kuhembuskan persis di depan wajahnya.
"Ga apa-apa tidak mabuk
pun, harus minum air putih supaya sehat, Pak" bujuknya lembut.
PRANG!!!
"Aku mau tidur saja
sekarang!" aku beranjak pergi setelah kupecahkan gelas yang dibawakan oleh
istriku.
Kulirik sedikit dia berjongkok
membersihkan serpihan gelas kaca di lantai yang basah, Ya... Sebasah pipinya
oleh air mata.
Setelah beberapa lama aku
berbaring, terlintas pikiran bahwa memang betul kata istriku kalau aku harus
bekerja. Tapi bisa apa aku?! Aku cuma lulusan SMA tidak seperti istriku lulusan
D3 keperawatan. Aku sudah dipecat dari pekerjaan lamaku tahun lalu, tepat 4
tahun pernikahan kami.
Saat anak kami harus mulai
bersekolah. Tapi aku tidak pernah mendapatkan pekerjaan lagi. Aku putus asa,
berjudi dan mabuk-mabukan.
Tiba-tiba kulihat istriku masuk
ke kamar, aku pura-pura tidur sambil mengintip apa yang dilakukannya.
Istriku naik kursi dan
meletakkan sebuah kantong kain lusuh di atas lemari baju satu-satunya di kamar
kami. Aku langsung tahu bahwa itu adalah UANG!
Tebersit ide aku harus mencari
pekerjaan di kota besar!
Lalu kutunggu istriku tertidur.
Dan saat itu kucuri uang persembunyian istriku, malam itu juga aku minggat dari
rumah tanpa pamit. Aku berangkat ke Surabaya kutinggalkan keluargaku.
Keesokan paginya aku menelpon
temanku yang kebetulan bekerja di Surabaya.
"Hei, Bro! Aku sekarang di
Jakarta nih! Bantu cari kerjaan dong!" kataku pada temanku.
"Lho, Bim?! Ndadak amat
sih?!" suara orang dari seberang telepon.
"Halah! Kayak ga seneng
dikunjungi teman lu, Don."
"Bukan gitu, Bro.
Setidaknya kabarin dulu kek. Ya sudah, aku coba bantu cari kerjaan buat kamu
nanti."
"Sip deh..."
"Tapi kamu tinggal di
mana?" kata Doni, temanku.
"Belum tahu nih, masih
barusan datang ini" kataku kebingungan karena tidak ada persiapan.
"Ya elah, Bim! Dah! Elo
tinggal di kost gue dulu deh sementara, kebetulan kost gue masih cukup kok
untuk nampung 1 orang lagi tidur"
Sejak itu aku tinggal di kost
Doni dan Doni membantuku mencari pekerjaan.
Akhirnya aku bekerja di sebuah
supermarket 24 jam tapi aku bosan sekali bekerja di sana.
Tidak sampai 1 bulan aku sudah
keluar kerja.
Setelah 3 bulan aku di Surabaya,
aku sudah pindah kerja sebanyak 5 kali. Tidak ada yang cocok.
Tiba-tiba Yono, teman Doni,
menelponku.
"Hei, Bim. Kamu katanya
cari kerjaan ya? Mau kerja bareng aku?"
Aku langsung meng-iya-kan karena
kami sudah akrab sejak pertama kali aku dikenalkan oleh Doni.
Yono mulai berbisnis narkoba
denganku. Uangku jadi berlimpah semenjak aku membantunya menjadi pengedar
narkoba.
Aku bisa menikmati kenikmatan
duniawi di Surabaya dengan bebas. Minuman beralkohol berbagai merk terkenal
sudah kucoba semua, wanita-wanita cantik banyak yang mengejarku dan kutiduri.
Kehidupanku berubah total, penuh
pesta anggur dan sex.
Hingga pada suatu titik balik,
Polisi mengedus bisnis kami yang mengarahkanku untuk duduk di kursi terdakwa.
"Saudara Bima, Anda
dinyatakan bersalah dengan dakwaan mengedarkan narkoba dan dijatuhi hukuman
kurungan penjara selama 3 tahun!"
Begitulah yang diputuskan oleh hakim
padaku.
Menjelang akhir masa hukumanku,
aku mulai merindukan istriku, keluargaku, kampung halamanku.
Kuputuskan menulis surat untuk
istriku.
"Untuk
Ferina istriku, (Jika kau masih menganggap aku sebagai suamimu)
Aku
tidak tahu apa yang harus kutuliskan di surat ini untukmu setelah aku
meninggalkanmu begitu saja bertahun-tahun lalu.
Aku
hanya tahu bahwa apa yang telah kulakukan padamu selama ini sangatlah
keterlaluan dan bahkan mungkin sudah sangatlah terlambat jika aku menyesali
semua itu.
Tetapi
aku benar-benar menyesali semua yang telah kuperbuat kepadamu dan anak kita.
Aku
sangat berharap mempunyai kesempatan jika aku dapat kembali hadir di
tengah-tengah kalian untuk menebus semua dosaku dan memperbaikinya.
Aku sekarang
mengerti betapa besarnya cintamu padaku dulu, tapi aku selalu menyakitimu dan
anak kita.
Ferina
yang kusayang, kau tidak perlu menungguku.
Namun
jika aku masih memiliki tempat di hatimu, sudikah kau nyatakan? Jika memang kau
masih menerimaku kembali padamu, gantungkanlah sebuah boneka manusia hujan dari
kain warna kuning di depan pintu masuk rumah.
Apabila
saat aku tiba di rumah dan tidak menemukan sebuah boneka manusia hujan yang
dulu pernah kita buat bersama, tidak apa-apa. Aku bisa memahaminya. Aku akan
pergi ke kota lain dan aku berjanji, aku tidak akan pernah lagi mengganggumu
dan anak kita seumur hidupku.
Salam
Cintaku,
Bima,
Suamimu"
Tibalah hariku menikmati udara
di luar penjara.
Aku tidak pernah menyangka hari
ini adalah hari yang paling menakutkan seumur hidupku. Aku takut ditolak...
YA!!! Aku takut dibuang...
Dengan rasa takut yang mencekam,
aku pun melangkah ragu ke arah rumahku.
Berjalan kaki sendiri menyusuri
rumah-rumah kecil yang berdempetan, diiringi oleh puluhan mata kebencian dan
suara gerutu para tetanggaku, menambah perasaan gugup dan gelisah yang sudah
kuderita sejak tadi pagi.
Hatiku berdebar-debar saat
tinggal beberapa langkah lagi aku akan memasuki jalanan rumahku.
Aku tidak berani mengangkat
kepalaku.
Keringat dinginku mengucur deras
di bawah terik matahari.
Hingga akhirnya aku sampai di
depan pintu masuk rumahku.
Kutengadahkan kepalaku untuk
melihat daun pintu rumahku dan sekelilingnya.
Air mataku mulai menetes.
Aku tidak melihat sebuah boneka
manusia hujan dari kain kuning.,,
Tidak ada sebuah boneka manusia
hujan dari kain kuning...
Tidak ada sebuah...
Melainkan puluhan... Atau
mungkin bahkan ratusan buah boneka manusia hujan dari kain kuning...
Bergantungan penuh di atas daun
pintu rumah kami...
OoOhH!!! Pintu dan Jendela
rumahku pun dipenuhi oleh gantungan boneka manusia hujan dari kain kuning!!!
Tapi Kau adalah satu-satunya
Istriku yang berhati besar dan penuh kasih yang tak akan pernah dapat
tergantikan oleh apapun juga di dunia ini...
Aku berjanji, aku tidak akan
pernah menyesal lagi, karena aku tidak akan pernah menyakitimu lagi...